Jakarta, 19 Mei 2025 – Jakarta kembali mencatatkan diri sebagai salah satu kota dengan kualitas udara terburuk di dunia. Berdasarkan data pemantauan IQAir pada Sabtu pagi, indeks kualitas udara (AQI) Ibu Kota mencapai 114 atau masuk kategori tidak sehat bagi kelompok sensitif. Angka ini menempatkan Jakarta pada posisi ke-11 kota dengan udara terburuk secara global.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta Asep Kuswanto mengakui perlunya langkah serius untuk menangani persoalan polusi udara ini. “Belajar dari kota lain, Bangkok memiliki 1.000 Stasiun Pemantau Kualitas Udara (SPKU), Paris memiliki 400 SPKU. Jakarta saat ini memiliki 111 SPKU dari sebelumnya hanya 5 unit. Ke depan kita akan menambah jumlahnya agar bisa melakukan intervensi yang lebih cepat dan akurat,” ujarnya.
Asep menekankan pentingnya keterbukaan data dalam upaya perbaikan kualitas udara. “Penyampaian data polusi udara harus lebih terbuka agar intervensi bisa lebih efektif. Yang dibutuhkan bukan hanya intervensi sesaat, tetapi langkah-langkah berkelanjutan dan luar biasa dalam menangani pencemaran udara,” jelasnya.
DLH DKI Jakarta kini menyiapkan penambahan 1.000 sensor kualitas udara berbiaya rendah (low-cost sensors) untuk memperluas cakupan pemantauan. Langkah ini diharapkan bisa memberikan data lebih akurat sebagai dasar pengambilan kebijakan penanganan polusi udara di Ibu Kota.
Pada pemantauan Sabtu pagi, kota dengan kualitas udara terburuk dipegang oleh Lahore, Pakistan dengan AQI 171, disusul Kuwait City (160), dan Chengdu, China (158). Sementara Dubai menempati posisi keempat dengan AQI 153.
Upaya perbaikan kualitas udara Jakarta dinilai semakin mendesak mengingat dampaknya terhadap kesehatan masyarakat. DLH berkomitmen untuk terus meningkatkan sistem pemantauan sekaligus mencari solusi jangka panjang untuk masalah polusi udara di Ibu Kota. (Redaksi)